12.26.2007

hihihi..papua lagi

Ternyata kesempatan dateng ke papua datang untuk yang kedua kalinya...hehehehehe... walaupun masih cuma ngunjungin Jayapura dan Manokwari tapi kali ini di Manokwari saya sempet-sempetin dateng ke tempat-tempat wisata potensialnya walau cuma punya waktu 4 jam sebelum pulang lagi ke Jakarta.

Kalau ke Manokwari dan ingin jalan2 saya udah menetapkan langganan, namanya Matias, asal Numfor. Dia udah biasa nganterin turis-turis dari lokal sampe mancanegara, bahasa Inggrisnya oke-lah, secara jurusan D3-nya English for tourism. Untuk wisata keliling kota Manokwari atau daerah sekitarnya yang nggak jauh-jauh amat biasanya dia cuma ngenain tarif 50ribu per jam (kalo perginya rame-rame jatohnya jadi murah kok). Kalo untuk wisata yang agak jauh seperti ke pegunungan Arfak atau daerah pedalaman lainnya, tentunya tarifnya akan jadi beda, kalo mau tau paket-paketnya, japri aja ke saya, ntar saya forward-in e-mail penawaran paket wisata dari dia.


Jam 7 pagi Matias menjemput saya di penginapan dan kita langsung meluncur ke luar kota tepatnya ke Danau Kabori. Meskipun letaknya di pinggir jalan, danau ini masih bersih dan bening sekali, yang dateng emang jarang, soalnya belum ada fasilitas wisata sama sekali di sekitar danau. Tapi kayanya enak mancing di sini, suasananya tenang dan akan ditemenin suara burung-burung yang ramai sekali.

Menurut Matias, sebenernya ada danau yang lebih menawan lagi yang letaknya di dataran tinggi, namanya Danau Anggi, di sana ada dua danau yang oleh penduduk dinamakan danau laki-laki dan danau perempuan. Tapi karena waktu saya cuma 4 jam (!!!), saya terpaksa merelakan Danau Anggi dan berbalik arah menuju Hutan Gunung Meja. Hutan ini terletak di lingkungan Universitas Negeri Papua (Unipa) yang biasa digunakan oleh mahasiswa-mahasiswa Unipa untuk penelitian. Walaupun di hutan ini udah dibangun jalan aspal (tapi ancur) kira-kira selebar 3 meter sehingga bisa dilalui mobil, Matias mengajak saya jalan kaki untuk menikmati hutan ini dan kendaraan mengikuti kami dari belakang. Diiringi lagu-lagu Michael Learns to Rock dari angkot (supir angkotnya melankolis juga ya) saya pun mulai menikmati hutan seluas 5 Ha ini. Begitu saya turun dari angkot saya langsung disambut dengan kupu-kupu beraneka warna dan ukuran! Kupu-kupunya terbangnya cepat banget, jadi sangat susah untuk didokumentasikan, saudara-saudara. Cuma yang lagi mendarat ini yang berhasil saya orbitkan di sini.


Selain kupu-kupu tentunya ada burung (yang cuma kedengeran suaranya, wujudnya nggak jelas), laba-laba hutan (saya nggak tau nama spesies ini ada apa nggak, saya cuma ngarang, yang jelas laba-laba kaya gini gak pernah saya liat di kota), kaki seribu (Matias nyebutnya laen, tapi saya lupa dia nyebutnya apa, yang jelas hewan ini kakinya banyak trus badannya bisa melingker), dan uler yang saya gak mau merhatiin lebih lama lagi bentuknya, refleks kabur bo’!

Kalo soal tumbuhan, yang banyak tumbuh tentunya pohon matoa yang tinggi-tinggi, dan di deket pucuk pohon itu biasanya ditumbuhi anggrek, karena letaknnya tinggi jadi saya nggak bisa motret bunganya (maap ya para pecinta anggrek),tapi saya berhasil motret daunnya kok, jadi bisakah Anda menebak jenis anggreknya???


Di puncak, Matias menunjukkan kepada saya tugu peringatan kekalahan Jepang pada perang dunia II yang dibuat oleh pemerintah Jepang pada tahun 1956. Tadinya tugunya dibuat dari perunggu, tapi kata Matias abis itu perunggunya dipretelin orang, akhirnya diganti jadi pake batu aja. Sebenernya dari tugu ini bisa melihat seluruh Kota Manokwari, tapi karena semak-semak yang udah tinggi sekali saya jadi nggak bisa liat apa-apa. Sebagai ganti pemandangan, rekannya Matias, Leo yang sarjana kehutanan, bercerita tentang tentara Jepang nyasar yang pernah dia temui waktu kecil dulu. Jadi ada seorang tentara Jepang (nyebutnya apa sih? Nippon ya?) yang pada jaman PD II dulu terpisah dari pasukan trus bersembunyi ke dalam hutan sampe bartahun-tahun lamanya. Pas ditemukan penduduk pada tahun 80-an dengan rambut sepanjang rambut gadis sunsilk, kulit dekil, dan nggak bisa ngomong bahasa lain selain bahasa Jepang, dia masih takut-takut ngadepin orang. Kemudian didatengin lah penerjemah bahasa Jepang khusus dari Jakarta untuk ketemu dia, setelah ngerumpi-rumpi, diketahuilah bahwa dia kira dunia masih perang. Akhirnya tentara ketinggalan kereta itu pun dipulangkan ke keluarganya di Jepang.

Hari sudah mulai siang, saya harus segera kembali ke penginapan untuk bersiap-siap pulang, tapi yang namanya alam Papua (Barat) yang beda sama Jawa, saya nggak bisa nahan godaan untuk mampir dulu di puncak bukit memandangi kapal Pelni yang akan masuk Pelabuhan, kapal yang kayanya jadi impian Leo untuk dinaikin, istirahat di pantai sambil minum air kelapa muda, baru pulang.

Dasar apes, udah jalan-jalannya dipersingkat demi nggak ketinggalan pesawat jam 13.15, nggak taunya pesawatnya didelay sampe jam 17.30!!!!!! Sakit kepala gw.

No comments: